Secara
tradisonal, pada awalnya sebutan yang tepat untuk Hari Raya Tubuh dan Darah
Kristus adalah Sollemnitas Sanctissimi Corporis Christi yang kemudian dalam
penggunaan populer digunakan frasa “Corpus Christi”. Pada awalnya memang tidak
ada kata “Darah” walaupun dalam teks Misa dan Ibadat Harian (brevir) ada
rujukan mengenai kata “Darah”
Perubahan
yang terjadi adalah konsekuensi perubahan terhadap Festum Sanguinis Christi
(Pesta Darah Mulia).Pesta Darah Mulia adalah salah satu Pesta “devosional”
terhadap kemanusiaan Kristus. (Dalam Gereja Katolik ada tiga tingkatan
hari-hari istimewa, yaitu Hari Raya/Solemnitas, Pesta/Festum, dan
Peringatan/Memoraria).Pesta ini merupakan bagian dari “Pesta-pesta Sengsara”
yang diadakan di hari-hari Jumat dalam Masa Prapaska di banyak tempat.
Pesta-pesta ini dirayakan seturut penanggalan gerejawi lokal, dan pada awal
abad ke-20 hanya diadakan terutama di tempat-tempat di mana (t)radisi ini
berawal.
Pada
1849, Paus Pius IX menyatakan hari Minggu pertama bulan Juli sebagai Pesta
Darah Mulia dan wajib dirayakan secara universal.Namun demikian beliau tidak
menghapuskan hari-hari Jumat “Pesta sengsara” yang masih dipraktikan pada
berbagai penanggalan gerejawi lokal.
Ketika
Paus Pius X melakukan pembaruan penanggalan liturgi, Pesta Darah Mulia
dipindahkan menjadi tanggal 1 Juli, dan sejalan dengan kerangka liturgis yang
ditetapkan pada hari itu, maka banyak keuskupan dan ordo tidak mempraktikan
lagi “Pesta-pesta Sengsara”.Namun pesta-pesta ini tetap dipertahankan seperti
yang tertulis pada appendiks buku pedoman misa (missal) dengan judul “Pro
Aliquibus Locis” (di banyak tempat).
Pada
1961, semua pesta-pesta sengsara termasuk Pesta Darah Mulia yang tercantum
dalam appendix, dihapuskan, kecuali apabila ada permintaan dengan alasan yang
masuk akal oleh ordo/kongregasi atau Keuskupan yang memiliki keterkaitan
istimewa dengan pesta-pesta tersebut, misalnya kongregasi yang kemudian dikenal
di Indonesia dengan nama Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia (ADM).
Kebijakan
gerejawi berubah pada masa kepemimpinan Paus Yohanes XXIII.Beliau adalah
seorang yang berdevosi pada Darah Mulia. Beliau menambahkan frasa “Terpujilah
darahNya yang mahaindah” (PS No.205), mempromulgasikan (mengumumkan secara
resmi) Litani Darah Mulia yang disertai dengan indulgensi, dan mempromosikan
devosi terhadap Darah Mulia melalui ensiklik “Inde a Primis”.
Pada
tahun 60-an ada perubahan penanggalan liturgi Gereja universal.Diputuskan bahwa
pesta-pesta devosional harus dipindahkan atau paling tidak diturunkan
tingkatannya.Pesta Darah Mulia yang dirayakan pada 1 Juli juga turut
dihapuskan, walaupun tidak lama setelah keputusan ini dikeluarkan, banyak
petisi dari para Uskup yang meminta agar Pesta Darah Mulia tetap
dilestarikan.Namun demikian Konsili menolak petisi-petisi tersebut dan
memutuskan untuk menambahkan kata “Darah” sehingga Hari Raya yang kita rayakan
secara resmi hari ini dinamakan “Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus”
(Sollemnitas Sanctissimi Corporis et Sanguinis Christi) atau boleh juga disebut
“Corpus Sanguinisque Christi”. Walaupun demikian, di banyak tempat, secara
tradisional umat Katolik sudah telanjur terbiasa dengan penyebutan “Corpus
Christi” dan kita pun saat ini tetap boleh menyebut Hari Raya ini sebagai
“Corpus Christi” karena toh kita mengimani bahwa Hosti yang kita terima
(apabila komuni hanya diterimakan dengan satu rupa), tidak pernah hanya Tubuh
Kristus saja, melainkan sekaligus adalah Tubuh, Darah, Jiwa dan Keallahan
Kristus, pendek kata SELURUH KRISTUS YANG TELAH WAFAT DAN BANGKIT, DAN KINI
BERTAKHTA DI SISI BAPA. Hal ini sesuai juga dengan teks Kitab Suci, Jadi barangsiapa dengan cara yang
tidak layak makan roti ATAU minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap Tubuh DAN Darah Tuhan..(1 Kor 11:27)
.
Disalin dari ”Gereja
Katolik”